materi kuliah

Monday 21 May 2012

Menganganalisis Kebudayaan Masyarakat Indramayu Menurut Teori Sistem


STRUKTURAL FUNGSIONAL
Asumsi Dasar:
Masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat para anggotanya terhadap nilai dasar kemasyarakatan yang menjadi panutannya.
Nadran adalah sebuah tradisi tahunan yang rutin dilaksanakan oleh nelayan Indramayu setiap dua minggu setelah lebaran Idul Fitri. Kata nadran sendiri berasal dari kata nadzar - nadzaran - nadran yang berarti kaul atau syukuran. Syukuran nelayan Indramayu perihal diadakannya tradisi ini sendiri adalah atas rezeki melimpah yang telah diberikan Tuhan kepada mereka baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan yang melimpah sepanjang tahun yang lalu. Tradisi nadran sendiri mula-mula diawali dengan diadakannya pagelaran tari-tarian dan hiburan rakyat tradisional seperti reog, jaipong, genjring, tari kerbau dan lain-lain. Semua warga nelayan indramayu yang hadir hari itu tumplek blek menikmati pesta tahunan ini hingga pesta ini menjadi begitu meriah. Kemeriahan pun tampak di dalam ruangan khusus di mana ibu-ibu dan bapak-bapak nelayan yang dianggap kompeten menyiapkan meron yang akan dilarung keesokan harinya. Meron sendiri merupakan sebuah miniatur perahu yang didalamnya diisi dengan kepala kerbau, kulit kerbau, dan berbagai macam sesaji yang nantinya akan diangkut kedalam perahu sungguhan untuk kemudian dilarung ke tengah-tengah lautan (± 50 meter dari pantai). Ketika meron yang telah dimuat di dalam perahu berlayar, para penduduk nelayan dengan perahunya masing-masing akan mengawal perahu yang membawa meron ini untuk kemudian ketika meron dilarung para penumpang kapal yang ikut mengawal tadi akan berbondong-bondong terjun ke laut demi memperebutkan segala sesaji dari meron yang dilarung tadi. Berbagai sesaji yang mereka dapat dari meron yang sebelum dilarung telah dibacakan mantra-mantra yang berbaur dengan asap dupa oleh dukun diyakini penduduk bisa dijadikan jimat yang berkhasiat untuk menolak bala sekaligus mendatangkan rezeki berlimpah ketika dibawa berlayar mencari ikan.  Setelah meron dilarung, sang dukun pun yang tadi bertugas sebagai pembaca mantra akan mengambil air laut yang nantinya akan dipakai dalam upacara ruwatan pada malam berikutnya. Ruwatan sendiri adalah berupa upacara meminta keselamatan yang ditandai dengan digelarnya pertunjukan wayang kulit dengan lakon tertentu. Air yang siang tadi diambil ketika upacara larung meron oleh dukun pun dan telah dicampur dengan air-air lainnya setelah upacara ruwatan usai akan dibagikan kepada warga sebagai ajimat agar senantiasa diberi keselamatan . Begitu upacara ruwatan usai maka usai pulalah acara tradisi nadran ini dan para nelayan pun pulang ke rumah masing-masing untuk kembali berkutat dengan rutinitas sehari-hari mereka yang tak lepas dari jaring dan perahu.
Upacara Mapag Sri, apabila ditilik dari bahasa Sunda mengandung arti menjemput padi. Dalam bahasa Sunda, mapag berarti menjemput, sedangkan sri dimaksudkan sebagai padi. Maksud dari menjemput padi adalah panen.

Maksud dan Tujuan Upacara
Upacara Mapag Sri dilaksanakan dengan maksud sebagai ungkapan rasa syukur para petani kepada Tuhan Yang Maha Esa karena panen yang diharapkan telah tiba dengan hasil yang memuaskan.

Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Mapag Sri dilaksanakan menjelang musim panen. Meskipun panen ini berlangsung setiap tahun, namun demikian belakangan ini Upacara Mapag Sri tidak selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan upacara ini tidak bisa selalu dilaksanakan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah: faktor keamanan yang tidak mendukung karena sering terjadi tawuran di salah satu desa di Kecamatan Sidang; faktor kedua adalah panan tidak serempak, faktor ketiga adalah panen kurang baik hasilnya sehingga tidak ada dana.

Tempat Penyelenggaraan Upacara
Upacara Mapag Sri dilaksanakan di desa-desa yang memiliki areal pesawahan. Beberapa desa yang dimaksud di antaranya adalah: Desa Pasekan, Karanganyar ilir, Panyidangan Wetan, Rambatan, dan Panyidangan Kulon.
Di setiap desa yang memiliki areal sawah, upacara Mapag Sri dilaksanakan di sawahdemplot. Sawah demplot adalah sawah percontohan yang dimiliki oleh siapa saja atau perorangan akan tetapi digarap bersama.
Seandainya di suatu desa tidak ada demplot, maka upacara Mapag Sri dilaksanakan di sawah yang letaknya strategis. Strategis artinya lokasinya berada di pinggir jalan dan pematangnya luas. Selain itu, hasil sawahnya baik.

Teknis Penyelenggaraan Upacara
Sebelum melaksanakan upacara, kepala desa mengadakan musyawarah/rempugandengan tua-tua desa atau pemuka masyarakat. Maksud rempugan tersebut untuk menentukan hari dan dana yang diperlukan untuk upacara. Usai musyawarah, para pamong desa melakukan pengecekan ke sawah-sawah. Bila benar padi telah menguning, segera mengadakan pungutan dana secara gotong-royong. Besarnya pungutan bergantung kemampuan masyarakat.
Kelau melihat dari urut-urutan upacara dalam lingkaran pertanian, upacara awal adalah upacara Sedekah Bumi, kemudian upacara Baritan, dan terakhir upacara Mapag Sri. Panitia untuk upacara Mapag Sri biasanya dibentuk pada saat pembubaran panitian upacara Baritan. Bisa juga panitian Upacara Baritan dikukuhkan kembali untuk menjadi panitian upacara Mapag Sri.

Pihak-pihak yang Terlibat Upacara
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara Mapag Sri adalah: kelompok tani, aparat desa, dan punduh. Punduh adalah orang yang dituakan atau ditokohkan di kalangan petani. Seorang punduh adalah orang yang menguasai masalah pertanian. Selain itu, ia juga mempunyai kemampuan dengan kekuatan supernatural.
Jabatan punduh tidak harus berlangsung turun temurun. Ini bisa terjadi kalau seorang punduh: pertama, tidak memiliki keturuan. Kedua, keturunannya perempuan semua. Ketiga, keturunannya tidak tinggal di tempat. Keempat, keturunannya dianggap tidak ada yang menguasai masalah pertanian.
Punduh yang sekarang (2004) merupakan keturunan dari punduh yang terdahulu. Keturunan yang terpilih sebagai punduh adalah yang menguasai masalah pertanian.
Dalam upacara Mapag Sri, punduh bertindak sebagai pemimpin upacara. Para petani dan aparat desa bertindak sebagai panitia. Sedangkan pihak aparat kecamatan dan dinas pertanian bertindak sebagai undangan.
Kalau seandainya tamu yang akan datang dari tingkat kabupaten, maka pihak aparat kecamatan juga terlibat sebagai panitian bersama-sama dengan para petani dan aparat desa. Kalau seandainya tamu yang akan diundang dari tingkat propinsi, maka pihak aparat kabupaten juga terlibat sebagai panitian bersama-sama dengan para petani, aparat desa, dan aparat kecamatan.


Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Perispan pelaksanaan Upacara Mapag Sri meliputi: pertama, pembentukan panitia. Setelah panitia terbentuk lalu dibicarakan susunan acara dan besarnya dana untuk keperluan acara yang dimaksud.
Dana dihimpun dari para petani pemilik. Sedangkan petani penggarap sebatas membantu kegiatan. Besarnya dana yang harus disumbangkan oleh petani pemilik bergantung luas areal sawah yang dimiliki oleh masing-masing petani.

Jalannya Upacara
Upacara Mapag Sri berlangsung setengah hari dari pagi hingga siang hari. Urutan prosesinya sebagai berikut:

·         Pukul 08.00 seluruh petani berkumpul. Acara dibuka oleh pembawa acara dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan oleh panitia dan pejabat yang berwenang.
·         Prosesi intinya adalah: sesajen dibawa ke tempat padi yang iikat lalu disimpan di sekitar padi tersebut. Kemudian padi di doai oleh punduh. Padi tersebut kelah dijadikan bibit.
·         Pemotongan padi, pertama dilakukan oleh punduh, dilanjutkan pejabat-pejabat terkait.
·         Selanjutnya padi digendong, padi ini sebagai padi yang dikeramatkan lalu dibawa ke meja khusus.
·         Doa bersama lalu ditutup dengan makan bersama.
·         Pertunjukan wayang kulit dengan ceritera Pandawa Nyawah.
·         Esok harinya para petani memanen di sawah masing-masing.

Makna yang Terkandung dalam Simbol Upacara
Angka 7 yang ditunjukkan pada jumlah macam bunga menggambarkan kalau dalam 1 minggu ada 7 hari yang harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif.
NGAROT
Ngarot merupakan upacara adat sekaligus ajang mencari jodoh bagi masyarakat Lelea, Indramayu. Upacara ini selalu digelar pada bulan Desember. Setiap upacara digelar, para gadis dan pemuda berpakaian unik. Lalu berpawai mengelilingi desa. Akan tetapi, jangan coba-coba kaum janda /duda, gadis tak perawan atau pemuda tak perjaka ikut Ngarot. Konon ia bisa kena tulah, berupa aib yang memalukan. Upacara Ngarot memang hanya terdapat Desa/Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Tradisi yang rutin digelar tiap bulan Desember ini terbilang unik. Sebagian masyarakat disana mempercayai bila Ngarot merupakan saat penting bagi para remaja untuk mendapatkan pasangan hidup. Jodoh yang didapat dari ritual Ngarot, konon sering membuat kekal pasangan suami istri. Tak heran bila setiap upacara ini digelar, banyak pemuda dan pemudi turut serta. Dan sebagian peserta selalu pulang dengan wa¬jah cerah dan hati berbunga-bunga.




Asal Mula Ngarot

                 Pada mulanya, upacara Ngarot dirintis oleh kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena, tahun 1686.  Awalnya, upacara tersebut bukan diperuntukkan sebagai "pesta mencari jodoh" seperti yang terjadi sekarang. Ngarot yang menurut bahasa Sunda berarti minum, merupakan arena pesta minum-minum dan makan-makan di kantor desa sebelum para petani mengawali menggarap sawah. Tradisi itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bercocok tanam. Kuwu Canggara Wirena sengaja mengadakan pesta Ngarot sebagai ungkapan rasa syukur kepa¬da tetua kampung bernama Ki Buyut Kapol, yang telah rela memberikan sebidang sawah seluas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi), pa¬nen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu. Dulu, upacara Ngarot bukanlah sarana mencari jodoh, melainkan arena pembelajaran bagi para pemuda agar pintar dalam ilmu pertanian. Akan tetapi perkembangannya, upacara Ngarot berkembang menjadi ajang mencari jodoh atau pasangan hidup.

Dihindari Janda-Duda

                      Sejak dulu, upacara yang hanya boleh diikuti para perjaka dan perawan. Upacara dimulai jam 8.30 dengan berkumpulnya para muda-mudi berpakaian warna warni di hala¬man rumah Kuwu. Mereka dengan wajah penuh keceriaan berduyun-duyun menuju ha¬laman rumah Pak Kuwu. Pakaian mereka indah-indah, dilengkapi aksesoris gemerlap, seperti kalung, gelang, giwang, bros, peniti emas, dan hiasan rambut. Untuk memikat hati para jejaki, para gadis selalu mengenakan ka¬camata dan kepalanya penuh di¬taburi bunga warna-warni seperti kenanga, melati, mawar dan kantil. Upacara Ngarot ditandai dengan pawai arak-arakan sejumlah gadis dan perjaka desa. Para gadis berbusana kebaya yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan rambut kepala dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan mengelilingi kampung. Sementara para jejaka tingting mengenakan baju pangsi warna kuning dan celana gombrang war¬na hitam, lengkap dengan ikat kepala, mengikuti di barisan belakang.  Seusai pesta pawai, semua peserta Ngarot masuk aula balai desa. Sambil duduk berhadap-hada¬an dan ditonton orang banyak, mereka dihibur dengan seni tradi¬sional tari Ronggeng Ketuk yang dimainkan penari wanita degan pasangan pria. Menurut warga, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para jejaka dan gadis saling bepan¬dang-pandangan, untuk selanjutnya saling jatuh cinta. Ketika para jejaka dan perawan bergembira ria, tidak halnya dengan kaum janda, duda dan remaja yang kehilangan keperawanan dan keperjakaannya. Pesta Ngarot merupakan upacara yang paling dihindari. Sebab bila mereka coba-coba menjadi peserta, bukan hanya aib yang bakal diterima, tapi juga malapetaka. Konon, jika seorang gadis tak perawan nekat mengikuti pawai arak-arakan Ngarot, maka bunga melati yang terselip di rambutnya, dengan sendirinya akan layu. Bila hal itu terjadi, maka si gadis akan mendapat aib karena sudah kehilangan kehormatan diri. Tuah negatif untuk kaum janda berlaku pada saat berlangsung acara pokok Ngarot. Yakni ketika acara saling tatap mata dengan para jejaka. Wajah janda atau gadis tapi sudah tak perawan, meskipun sebelumnya berwajah cantik, tiba-tiba menjadi buruk rupa. Otomatis ia tidak akan mendapatkan pasangan. Bahkan yang lebih menakutkan, jika janda dan gadis tak perawan tadi nekat mengikuti upacara Ngarot, ia tak akan mendapat jodoh seumur hidup. Bagi kaum duda dan pemuda tak perjaka pun berlaku hal serupa.  Menurut warga di sana, sejak tahun 1990-an hingga sekarang, hampir 80 persen peserta Ngarot berhasil mendapatkan pasangan hidup menjalin rumah tangga dengan rukun. Namun belakangan, peserta Ngarot mulai menyusut. Anak remaja di Desa Lelea, kini sudah mulai enggan mengikuti pawai Ngarot. Entah apa penyebabnya. Akan tetapi, jika ingin mendapatkan jodoh yang masih “asli”, orang-orang tua di Indramayu menyarankan agar memilih peserta Ngarot.

TEORI DEALITIKAL KONFLIK
Memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula


KONFLIK
JENIS KONFLIK SOSIAL
Konflik yang terjadi di Kecamatan Kandang Haur adalah konflik yang bersifat horizontal, yaitu konflik antar warga masyarakat yang berlainan blok di tiga desa yang dipicu oleh keributan antar pemuda, yaitu mereka yang berusia antara 15 sampai 24 tahun dan pada umumnya mereka belum menikah. Kelompok usia tersebut merupakan usia remaja dan dewasa awal. Secara sosial-psikologis,
pada usia tersebut mereka belum dianggap matang. Secara intelektual mereka belum cukup mampu untuk membuat keputusan yang bersifat rasional. Secara emosional, mereka belum stabil, sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan, terutama lingkungan yang kurang baik, termasuk terpengaruh oleh propokator untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat agresif dan destruktif.

DAMPAK BENCANA SOSIAL/KONFILK
Konflik yang terjadi di Kecamatan Kandang Haur Kabupaten Indramayu dampaknya tidak begitu besar, tidak sampai mengganggu atau menghambat pelayanan pemerintahan terhadap masyarakat, pelayanan pendidikan tetap berjalan, pelayanan kesehatan tidak terganggu, begitu juga pelayanan administrasi pemerintahan. Konflik yang terjadi juga tidak sampai menimbulkan kerusakan fasilitas umum yang ada di Desa Bulak. Namun demikian beberapa rumah warga mengalami kerusakan ringan pada atap rumah dan kaca jendela yang disebabkan oleh lemparan benda keras. Pelemparan rumah warga biasanya menjadi memicu konflik antara warga, sehingga menimbulkan upaya pembalasan terhadap rumah warga dari kelompok yang berkonfik tersebut. Dampak konflik terhadap manusia berupa korban dibakar sebanyak 2 (dua) orang, dianiaya hingga luka parah ada 2 (dua) orang, dan yang ditahan sebanyak 2 (dua) orang. Dampak lain yang dirasakan oleh warga adalah perasaan was-was setiap malam pada setiap bulan purnama. Hal ini disebabkan karena konflik antar kelompok warga terjadi selalu pada setiap bulan purnama.

UPAYA YANG DILAKUKAN
Berbagai upaya untuk menanggulangi konflik sosial yang terjadi di Kecamatan Kandang Haur telah dilakukan, baik berupa upaya pencegahan munculnya konflik baru atau meluasnya konflik maupun penanganan terhadap korban dan pemicu. Bentuk upaya yang dilakukan adalah:
1.      patroli secara berkala dilakukan oleh petugas kepolisian dan aparat kecamatan untuk mencegah konflik baru dan meluasnya konflik.
2.      pembinaan terhapap pihak-pihak yang dianggap sebagai pemicu terjadinya konflik oleh fihak keamanan setempat.
3.      pendekatan terhadap tokoh pemuda yang disegani, yaitu pemilik kapal penangkap ikan (Tekong).
Penanganan konflik sosial di Kecamatan Kandang Haur belum maksimal, oleh karena itu, perlu ada peningkatkan kegian baik jenis maupun intensitasnya. Beberapa usulan yang disampaikan masyarakat diantaranya:
1.      optimalisasi peran karang taruna sebagai wadah pembinaan generasi muda,
2.      peningkatan peran ulama melalui pendekatan religi,
3.      peningkatan peran pendidik, di sekolah-sekolah,
4.      penyadaran melalui keluarga, dan
5.      pemindahan lokasi kantor POLSEK atau KORAMIL ke desa yang sering mengalami konflik.


STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA

Masyarakat majemuk memiliki sub struktur dengan ciri yang sangat beragam sehingga disebut majemuk masing-masing sub struktur berjalan dengan sistemnya masing-masing.

MASYARAKAT MAJEMUK
Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang kaya akan ragam budaya baik dari segi kesenian, bahasa yang menjadi ciri khas daerah, dan kaya dari segi geografisnya, dan kaya akan hasil bumi.
ü Aspek Ekonomi
Masyarakat jawa barat dengan Masyarakat Majemuk pada umumnya bermata
Pencaharian petani nelayan, buruh, pedagang, PNS, dll
Banayk tempat-tempat sumber pendapatan ekonomi di Jawa Barat, Seperti hal nya Kilang Minyak Balongan (Indramayu) itu merupakan salah satu pengahasil Minyak terbesar di Indramayu. Dari sector Pariwisata (Ciater) yang sudah terkenal hampir di sebagian pulau jawa, dan dari industri Contohnya Pabrik Baja Krakatau Steel( Banten)
ü Aspek Budaya
Jawa Barat Mempunyai Ragam budaya yang beraneka ragam seperti kesenian
Pagelaran Sandiwara ( Indramayu) Singa Depok ( Subang) Hajat Nelayan
( Pangandaran) Debus ( Banten ) dll.
Ragam budaya tersebut tentu saja menjadikan Indonesia semakin kaya dengan
budaya

ü Aspek Sosial
Jawa Barat adalah masyarakat majemuk dengan berbagai peran dan fungsinya masing-masing. Ada PNS Buruh Petani, Nelayan. Dengan mobilitas sosial yang longgar dan diferensiasi sosial tanpa kasta sehingga setiap individu bisa berkembang dengan sebebas-bebasnya.
Secara Umum kontribusinya bagi Indonesia
1. Dari Sektor ekonomi. Jawa barat memberikan devisa yang besar bagi Negara
2. Dari sektor Budaya menjadikan Indonesia semakin kaya akan Budaya
3. Aspek Sosial ikut berperan dalam memperbaiki citra bangsa di mata dunia.

SUKU DAYAK LOSARANG
Kaum Minoritas yang Hidup Damai di Bumi Losarang
MASYARAKAT adat Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu (sering disebut Dayak Losarang) sudah hidup berpuluh-puluh tahun di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Cara berpakaiannya khas, tak mengenakan pakaian atas dan menutup tubuhnya hanya dengan celana sebetis berwarna hitam putih. Dengan keunikannya itu, bagaimana kaum minoritas ini hidup bersosialisasi dengan masyarakat sekitar?

               SEORANG anggota Dayak Losarang, Dedi bercerita, ia dan pengikut lainnya hidup berdampingan dengan masyarakat setempat dengan baik. Saling berbagi dan saling memberi, menjadi hal yang dijaga untuk menciptakan kedamaian. Masyarakat Losarang pun, sangat menghargai keberadaan mereka.
"Kehidupan kami, ya biasa saja. Bahkan, saat kami dicap sesat dan khawatir akan diserang oleh pihak-pihak yang tidak suka, masyarakat melindungi kami. Katanya, kalau ada yang menyerang, mereka (masyarakat setempat) akan berada di barisan depan," kata Dedi. Keharmonisan itu tercipta, karena prinsip saling menghormati dan tidak merugikan yang dipegang kuat selama ini. Masyarakat adat Dayak Losarang, sebagian besar berprofesi sebagai petani. Hasil bumi, biasa ikut dibagi kepada masyarakat yang juga menginginkannya. Pilihan bertani, memang pilihan paling memungkinkan bagi mereka. "Untuk aktivitas, kami bermacam-macam. Ya biasa saja, tetap mencari nafkah. Tetap dengan bertelanjang dada. Kalau seperti saya yang total, cari nafkah dengan bertani, atau pekerjaan serabutan lain. Yang penting, mencari rezeki tidak merugikan orang lain," kata Dedi. Hidup sebagai kelompok minoritas, tak membuat masyarakat adat Dayak Losarang terpinggirkan. Mereka mengaku merasa termarjinalkan oleh peraturan perundang-undangan yang dibuat negara. Seperti halnya kelompok masyarakat adat lain, masyarakat Dayak Losarang juga terhambat urusan administrasi kependudukan. Harapan mereka, harapan klasik yang selalu diutarakan kelompok minoritas : mendapat perlakuan dan hak yang sama sebagai warga negara. Kapan akan menjadi nyata?













SISTEM SOSIAL INDONESIA
Menganganalisis Kebudayaan Masyarakat Indramayu
Menurut Teori Sistem


Description: D:\UMY\logo-umy-hitam-putih.jpg





















Disusun Oleh :
PANJI TRISULA ( 20110520114)









UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2011

No comments:

Post a Comment