STRUKTURAL FUNGSIONAL
Asumsi Dasar:
Masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat
para anggotanya terhadap nilai dasar kemasyarakatan yang menjadi panutannya.
Nadran adalah sebuah tradisi tahunan yang rutin
dilaksanakan oleh nelayan Indramayu setiap dua minggu setelah lebaran Idul
Fitri. Kata nadran sendiri berasal dari kata nadzar - nadzaran - nadran yang
berarti kaul atau syukuran. Syukuran nelayan Indramayu perihal diadakannya
tradisi ini sendiri adalah atas rezeki melimpah yang telah diberikan Tuhan
kepada mereka baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan
yang melimpah sepanjang tahun yang lalu. Tradisi nadran sendiri mula-mula
diawali dengan diadakannya pagelaran tari-tarian dan hiburan rakyat tradisional
seperti reog, jaipong, genjring, tari kerbau dan lain-lain. Semua warga nelayan
indramayu yang hadir hari itu tumplek blek menikmati pesta tahunan ini hingga
pesta ini menjadi begitu meriah. Kemeriahan pun tampak di dalam ruangan khusus
di mana ibu-ibu dan bapak-bapak nelayan yang dianggap kompeten menyiapkan meron
yang akan dilarung keesokan harinya. Meron sendiri merupakan sebuah miniatur
perahu yang didalamnya diisi dengan kepala kerbau, kulit kerbau, dan berbagai
macam sesaji yang nantinya akan diangkut kedalam perahu sungguhan untuk
kemudian dilarung ke tengah-tengah lautan (± 50 meter dari pantai). Ketika
meron yang telah dimuat di dalam perahu berlayar, para penduduk nelayan dengan
perahunya masing-masing akan mengawal perahu yang membawa meron ini untuk
kemudian ketika meron dilarung para penumpang kapal yang ikut mengawal tadi
akan berbondong-bondong terjun ke laut demi memperebutkan segala sesaji dari
meron yang dilarung tadi. Berbagai sesaji yang mereka dapat dari meron yang
sebelum dilarung telah dibacakan mantra-mantra yang berbaur dengan asap dupa
oleh dukun diyakini penduduk bisa dijadikan jimat yang berkhasiat untuk menolak
bala sekaligus mendatangkan rezeki berlimpah ketika dibawa berlayar mencari
ikan. Setelah meron dilarung, sang dukun
pun yang tadi bertugas sebagai pembaca mantra akan mengambil air laut yang
nantinya akan dipakai dalam upacara ruwatan pada malam berikutnya. Ruwatan
sendiri adalah berupa upacara meminta keselamatan yang ditandai dengan
digelarnya pertunjukan wayang kulit dengan lakon tertentu. Air yang siang tadi
diambil ketika upacara larung meron oleh dukun pun dan telah dicampur dengan
air-air lainnya setelah upacara ruwatan usai akan dibagikan kepada warga
sebagai ajimat agar senantiasa diberi keselamatan . Begitu upacara ruwatan usai
maka usai pulalah acara tradisi nadran ini dan para nelayan pun pulang ke rumah
masing-masing untuk kembali berkutat dengan rutinitas sehari-hari mereka yang
tak lepas dari jaring dan perahu.
Upacara Mapag Sri, apabila ditilik dari bahasa Sunda mengandung
arti menjemput padi. Dalam bahasa Sunda, mapag
berarti menjemput, sedangkan sri dimaksudkan
sebagai padi. Maksud dari menjemput padi adalah panen.
Maksud dan Tujuan Upacara
Upacara Mapag Sri dilaksanakan dengan maksud sebagai ungkapan rasa
syukur para petani kepada Tuhan Yang Maha Esa karena panen yang diharapkan
telah tiba dengan hasil yang memuaskan.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Mapag Sri dilaksanakan menjelang musim panen. Meskipun
panen ini berlangsung setiap tahun, namun demikian belakangan ini Upacara Mapag
Sri tidak selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan upacara ini tidak bisa selalu dilaksanakan. Faktor-faktor yang dimaksud
adalah: faktor keamanan yang tidak mendukung karena sering terjadi tawuran di
salah satu desa di Kecamatan Sidang; faktor kedua adalah panan tidak serempak,
faktor ketiga adalah panen kurang baik hasilnya sehingga tidak ada dana.
Tempat Penyelenggaraan
Upacara
Upacara Mapag Sri dilaksanakan di desa-desa yang memiliki areal
pesawahan. Beberapa desa yang dimaksud di antaranya adalah: Desa Pasekan,
Karanganyar ilir, Panyidangan Wetan, Rambatan, dan Panyidangan Kulon.
Di setiap
desa yang memiliki areal sawah, upacara Mapag Sri dilaksanakan di sawahdemplot. Sawah demplot adalah sawah percontohan
yang dimiliki oleh siapa saja atau perorangan akan tetapi digarap bersama.
Seandainya
di suatu desa tidak ada demplot, maka
upacara Mapag Sri dilaksanakan di sawah yang letaknya strategis. Strategis
artinya lokasinya berada di pinggir jalan dan pematangnya luas. Selain itu,
hasil sawahnya baik.
Teknis Penyelenggaraan
Upacara
Sebelum melaksanakan upacara, kepala desa mengadakan musyawarah/rempugandengan tua-tua desa atau
pemuka masyarakat. Maksud rempugan tersebut
untuk menentukan hari dan dana yang diperlukan untuk upacara. Usai musyawarah,
para pamong desa melakukan pengecekan ke sawah-sawah. Bila benar padi telah
menguning, segera mengadakan pungutan dana secara gotong-royong. Besarnya
pungutan bergantung kemampuan masyarakat.
Kelau
melihat dari urut-urutan upacara dalam lingkaran pertanian, upacara awal adalah
upacara Sedekah Bumi, kemudian upacara Baritan, dan terakhir upacara Mapag Sri.
Panitia untuk upacara Mapag Sri biasanya dibentuk pada saat pembubaran panitian
upacara Baritan. Bisa juga panitian Upacara Baritan dikukuhkan kembali untuk
menjadi panitian upacara Mapag Sri.
Pihak-pihak yang Terlibat
Upacara
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara Mapag Sri adalah: kelompok
tani, aparat desa, dan punduh. Punduh
adalah orang yang dituakan atau ditokohkan di kalangan petani. Seorang punduh
adalah orang yang menguasai masalah pertanian. Selain itu, ia juga mempunyai
kemampuan dengan kekuatan supernatural.
Jabatan
punduh tidak harus berlangsung turun temurun. Ini bisa terjadi kalau seorang
punduh: pertama, tidak memiliki keturuan. Kedua, keturunannya perempuan semua.
Ketiga, keturunannya tidak tinggal di tempat. Keempat, keturunannya dianggap
tidak ada yang menguasai masalah pertanian.
Punduh yang
sekarang (2004) merupakan keturunan dari punduh yang terdahulu. Keturunan yang
terpilih sebagai punduh adalah yang menguasai masalah pertanian.
Dalam
upacara Mapag Sri, punduh bertindak sebagai pemimpin upacara. Para petani dan
aparat desa bertindak sebagai panitia. Sedangkan pihak aparat kecamatan dan
dinas pertanian bertindak sebagai undangan.
Kalau
seandainya tamu yang akan datang dari tingkat kabupaten, maka pihak aparat
kecamatan juga terlibat sebagai panitian bersama-sama dengan para petani dan
aparat desa. Kalau seandainya tamu yang akan diundang dari tingkat propinsi,
maka pihak aparat kabupaten juga terlibat sebagai panitian bersama-sama dengan
para petani, aparat desa, dan aparat kecamatan.
Persiapan dan Perlengkapan
Upacara
Perispan pelaksanaan Upacara Mapag Sri meliputi: pertama,
pembentukan panitia. Setelah panitia terbentuk lalu dibicarakan susunan acara
dan besarnya dana untuk keperluan acara yang dimaksud.
Dana
dihimpun dari para petani pemilik. Sedangkan petani penggarap sebatas membantu
kegiatan. Besarnya dana yang harus disumbangkan oleh petani pemilik bergantung
luas areal sawah yang dimiliki oleh masing-masing petani.
Jalannya Upacara
Upacara Mapag Sri berlangsung setengah hari dari pagi hingga siang
hari. Urutan prosesinya sebagai berikut:
·
Pukul 08.00
seluruh petani berkumpul. Acara dibuka oleh pembawa acara dan dilanjutkan
dengan sambutan-sambutan oleh panitia dan pejabat yang berwenang.
·
Prosesi
intinya adalah: sesajen dibawa ke tempat padi yang iikat lalu disimpan di
sekitar padi tersebut. Kemudian padi di doai oleh punduh. Padi tersebut kelah
dijadikan bibit.
·
Pemotongan
padi, pertama dilakukan oleh punduh, dilanjutkan pejabat-pejabat terkait.
·
Selanjutnya
padi digendong, padi ini sebagai padi yang dikeramatkan lalu dibawa ke meja
khusus.
·
Doa bersama
lalu ditutup dengan makan bersama.
·
Pertunjukan
wayang kulit dengan ceritera Pandawa Nyawah.
·
Esok harinya
para petani memanen di sawah masing-masing.
Makna yang Terkandung dalam
Simbol Upacara
Angka 7 yang ditunjukkan pada jumlah macam bunga menggambarkan
kalau dalam 1 minggu ada 7 hari yang harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang
sifatnya positif.
NGAROT
Ngarot merupakan upacara adat sekaligus ajang mencari jodoh bagi
masyarakat Lelea, Indramayu. Upacara ini selalu digelar pada bulan Desember.
Setiap upacara digelar, para gadis dan pemuda berpakaian unik. Lalu berpawai
mengelilingi desa. Akan tetapi, jangan coba-coba kaum janda /duda, gadis tak
perawan atau pemuda tak perjaka ikut Ngarot. Konon ia bisa kena tulah,
berupa aib yang memalukan. Upacara Ngarot memang hanya terdapat Desa/Kecamatan
Lelea, Kabupaten Indramayu. Tradisi yang rutin digelar tiap bulan Desember ini
terbilang unik. Sebagian masyarakat disana mempercayai bila Ngarot merupakan
saat penting bagi para remaja untuk mendapatkan pasangan hidup. Jodoh yang
didapat dari ritual Ngarot, konon sering membuat kekal pasangan suami istri.
Tak heran bila setiap upacara ini digelar, banyak pemuda dan pemudi turut
serta. Dan sebagian peserta selalu pulang dengan wa¬jah cerah dan hati
berbunga-bunga.
Asal Mula Ngarot
Pada mulanya, upacara Ngarot dirintis oleh kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena, tahun 1686. Awalnya, upacara tersebut bukan diperuntukkan sebagai "pesta mencari jodoh" seperti yang terjadi sekarang. Ngarot yang menurut bahasa Sunda berarti minum, merupakan arena pesta minum-minum dan makan-makan di kantor desa sebelum para petani mengawali menggarap sawah. Tradisi itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bercocok tanam. Kuwu Canggara Wirena sengaja mengadakan pesta Ngarot sebagai ungkapan rasa syukur kepa¬da tetua kampung bernama Ki Buyut Kapol, yang telah rela memberikan sebidang sawah seluas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi), pa¬nen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu. Dulu, upacara Ngarot bukanlah sarana mencari jodoh, melainkan arena pembelajaran bagi para pemuda agar pintar dalam ilmu pertanian. Akan tetapi perkembangannya, upacara Ngarot berkembang menjadi ajang mencari jodoh atau pasangan hidup.
Dihindari Janda-Duda
Sejak dulu, upacara yang hanya boleh diikuti para perjaka dan perawan. Upacara dimulai jam 8.30 dengan berkumpulnya para muda-mudi berpakaian warna warni di hala¬man rumah Kuwu. Mereka dengan wajah penuh keceriaan berduyun-duyun menuju ha¬laman rumah Pak Kuwu. Pakaian mereka indah-indah, dilengkapi aksesoris gemerlap, seperti kalung, gelang, giwang, bros, peniti emas, dan hiasan rambut. Untuk memikat hati para jejaki, para gadis selalu mengenakan ka¬camata dan kepalanya penuh di¬taburi bunga warna-warni seperti kenanga, melati, mawar dan kantil. Upacara Ngarot ditandai dengan pawai arak-arakan sejumlah gadis dan perjaka desa. Para gadis berbusana kebaya yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan rambut kepala dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan mengelilingi kampung. Sementara para jejaka tingting mengenakan baju pangsi warna kuning dan celana gombrang war¬na hitam, lengkap dengan ikat kepala, mengikuti di barisan belakang. Seusai pesta pawai, semua peserta Ngarot masuk aula balai desa. Sambil duduk berhadap-hada¬an dan ditonton orang banyak, mereka dihibur dengan seni tradi¬sional tari Ronggeng Ketuk yang dimainkan penari wanita degan pasangan pria. Menurut warga, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para jejaka dan gadis saling bepan¬dang-pandangan, untuk selanjutnya saling jatuh cinta. Ketika para jejaka dan perawan bergembira ria, tidak halnya dengan kaum janda, duda dan remaja yang kehilangan keperawanan dan keperjakaannya. Pesta Ngarot merupakan upacara yang paling dihindari. Sebab bila mereka coba-coba menjadi peserta, bukan hanya aib yang bakal diterima, tapi juga malapetaka. Konon, jika seorang gadis tak perawan nekat mengikuti pawai arak-arakan Ngarot, maka bunga melati yang terselip di rambutnya, dengan sendirinya akan layu. Bila hal itu terjadi, maka si gadis akan mendapat aib karena sudah kehilangan kehormatan diri. Tuah negatif untuk kaum janda berlaku pada saat berlangsung acara pokok Ngarot. Yakni ketika acara saling tatap mata dengan para jejaka. Wajah janda atau gadis tapi sudah tak perawan, meskipun sebelumnya berwajah cantik, tiba-tiba menjadi buruk rupa. Otomatis ia tidak akan mendapatkan pasangan. Bahkan yang lebih menakutkan, jika janda dan gadis tak perawan tadi nekat mengikuti upacara Ngarot, ia tak akan mendapat jodoh seumur hidup. Bagi kaum duda dan pemuda tak perjaka pun berlaku hal serupa. Menurut warga di sana, sejak tahun 1990-an hingga sekarang, hampir 80 persen peserta Ngarot berhasil mendapatkan pasangan hidup menjalin rumah tangga dengan rukun. Namun belakangan, peserta Ngarot mulai menyusut. Anak remaja di Desa Lelea, kini sudah mulai enggan mengikuti pawai Ngarot. Entah apa penyebabnya. Akan tetapi, jika ingin mendapatkan jodoh yang masih “asli”, orang-orang tua di Indramayu menyarankan agar memilih peserta Ngarot.
TEORI DEALITIKAL KONFLIK
Memandang
bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai
yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan
kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula
KONFLIK
JENIS KONFLIK SOSIAL
Konflik
yang terjadi di Kecamatan Kandang Haur adalah konflik yang bersifat horizontal,
yaitu konflik antar warga masyarakat yang berlainan blok di tiga desa yang
dipicu oleh keributan antar pemuda, yaitu mereka yang berusia antara 15 sampai
24 tahun dan pada umumnya mereka belum menikah. Kelompok usia tersebut
merupakan usia remaja dan dewasa awal. Secara sosial-psikologis,
pada usia tersebut mereka belum
dianggap matang. Secara intelektual mereka belum cukup mampu untuk membuat
keputusan yang bersifat rasional. Secara emosional, mereka belum stabil,
sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan, terutama lingkungan yang kurang
baik, termasuk terpengaruh oleh propokator untuk melakukan tindakan-tindakan
yang bersifat agresif dan destruktif.
DAMPAK BENCANA SOSIAL/KONFILK
Konflik
yang terjadi di Kecamatan Kandang Haur Kabupaten Indramayu dampaknya tidak
begitu besar, tidak sampai mengganggu atau menghambat pelayanan pemerintahan
terhadap masyarakat, pelayanan pendidikan tetap berjalan, pelayanan kesehatan
tidak terganggu, begitu juga pelayanan administrasi pemerintahan. Konflik yang
terjadi juga tidak sampai menimbulkan kerusakan fasilitas umum yang ada di Desa
Bulak. Namun demikian beberapa rumah warga mengalami kerusakan ringan pada atap
rumah dan kaca jendela yang disebabkan oleh lemparan benda keras. Pelemparan
rumah warga biasanya menjadi memicu konflik antara warga, sehingga menimbulkan
upaya pembalasan terhadap rumah warga dari kelompok yang berkonfik tersebut.
Dampak konflik terhadap manusia berupa korban dibakar sebanyak 2 (dua) orang,
dianiaya hingga luka parah ada 2 (dua) orang, dan yang ditahan sebanyak 2 (dua)
orang. Dampak lain yang dirasakan oleh warga adalah perasaan was-was setiap
malam pada setiap bulan purnama. Hal ini disebabkan karena konflik antar
kelompok warga terjadi selalu pada setiap bulan purnama.
UPAYA YANG DILAKUKAN
Berbagai
upaya untuk menanggulangi konflik sosial yang terjadi di Kecamatan Kandang Haur
telah dilakukan, baik berupa upaya pencegahan munculnya konflik baru atau
meluasnya konflik maupun penanganan terhadap korban dan pemicu. Bentuk upaya
yang dilakukan adalah:
1.
patroli secara berkala dilakukan oleh
petugas kepolisian dan aparat kecamatan untuk mencegah konflik baru dan
meluasnya konflik.
2.
pembinaan terhapap pihak-pihak yang
dianggap sebagai pemicu terjadinya konflik oleh fihak keamanan setempat.
3.
pendekatan terhadap tokoh pemuda yang
disegani, yaitu pemilik kapal penangkap ikan (Tekong).
Penanganan
konflik sosial di Kecamatan Kandang Haur belum maksimal, oleh karena itu, perlu
ada peningkatkan kegian baik jenis maupun intensitasnya. Beberapa usulan yang
disampaikan masyarakat diantaranya:
1.
optimalisasi peran karang taruna
sebagai wadah pembinaan generasi muda,
2.
peningkatan peran ulama melalui
pendekatan religi,
3.
peningkatan peran pendidik, di
sekolah-sekolah,
4.
penyadaran melalui keluarga, dan
5.
pemindahan lokasi kantor POLSEK atau
KORAMIL ke desa yang sering mengalami konflik.
STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA
Masyarakat majemuk memiliki sub struktur dengan ciri yang sangat beragam
sehingga disebut majemuk masing-masing sub struktur berjalan dengan sistemnya masing-masing.
MASYARAKAT MAJEMUK
Jawa Barat adalah
salah satu provinsi yang ada di Indonesia Jawa Barat adalah salah satu provinsi
yang kaya akan ragam budaya baik dari segi kesenian, bahasa yang menjadi ciri
khas daerah, dan kaya dari segi geografisnya, dan kaya akan hasil bumi.
ü Aspek Ekonomi
Masyarakat jawa barat dengan Masyarakat
Majemuk pada umumnya bermata
Pencaharian petani nelayan, buruh,
pedagang, PNS, dll
Banayk tempat-tempat sumber pendapatan
ekonomi di Jawa Barat, Seperti hal nya Kilang Minyak Balongan (Indramayu) itu
merupakan salah satu pengahasil Minyak terbesar di Indramayu. Dari sector
Pariwisata (Ciater) yang sudah terkenal hampir di sebagian pulau jawa, dan dari
industri Contohnya Pabrik Baja Krakatau Steel( Banten)
ü Aspek Budaya
Jawa Barat Mempunyai Ragam budaya yang
beraneka ragam seperti kesenian
Pagelaran Sandiwara ( Indramayu) Singa
Depok ( Subang) Hajat Nelayan
( Pangandaran) Debus ( Banten ) dll.
Ragam budaya tersebut tentu saja
menjadikan Indonesia semakin kaya dengan
budaya
ü Aspek Sosial
Jawa Barat adalah masyarakat majemuk
dengan berbagai peran dan fungsinya masing-masing. Ada PNS Buruh Petani,
Nelayan. Dengan mobilitas sosial yang longgar dan diferensiasi sosial tanpa
kasta sehingga setiap individu bisa berkembang dengan sebebas-bebasnya.
Secara Umum kontribusinya bagi Indonesia
1. Dari Sektor ekonomi. Jawa barat memberikan devisa yang besar bagi Negara
2. Dari sektor Budaya menjadikan Indonesia semakin kaya akan Budaya
3. Aspek Sosial ikut berperan dalam memperbaiki citra bangsa di mata dunia.
1. Dari Sektor ekonomi. Jawa barat memberikan devisa yang besar bagi Negara
2. Dari sektor Budaya menjadikan Indonesia semakin kaya akan Budaya
3. Aspek Sosial ikut berperan dalam memperbaiki citra bangsa di mata dunia.
SUKU DAYAK
LOSARANG
Kaum Minoritas yang Hidup
Damai di Bumi Losarang
MASYARAKAT adat Dayak Hindu Budha
Bumi Segandu Indramayu (sering disebut Dayak Losarang) sudah hidup
berpuluh-puluh tahun di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu,
Jawa Barat. Cara berpakaiannya khas, tak mengenakan pakaian atas dan menutup
tubuhnya hanya dengan celana sebetis berwarna hitam putih. Dengan keunikannya
itu, bagaimana kaum minoritas ini hidup bersosialisasi dengan masyarakat
sekitar?
SEORANG anggota Dayak Losarang, Dedi bercerita, ia dan pengikut lainnya hidup berdampingan dengan masyarakat setempat dengan baik. Saling berbagi dan saling memberi, menjadi hal yang dijaga untuk menciptakan kedamaian. Masyarakat Losarang pun, sangat menghargai keberadaan mereka. "Kehidupan kami, ya biasa saja. Bahkan, saat kami dicap sesat dan khawatir akan diserang oleh pihak-pihak yang tidak suka, masyarakat melindungi kami. Katanya, kalau ada yang menyerang, mereka (masyarakat setempat) akan berada di barisan depan," kata Dedi. Keharmonisan itu tercipta, karena prinsip saling menghormati dan tidak merugikan yang dipegang kuat selama ini. Masyarakat adat Dayak Losarang, sebagian besar berprofesi sebagai petani. Hasil bumi, biasa ikut dibagi kepada masyarakat yang juga menginginkannya. Pilihan bertani, memang pilihan paling memungkinkan bagi mereka. "Untuk aktivitas, kami bermacam-macam. Ya biasa saja, tetap mencari nafkah. Tetap dengan bertelanjang dada. Kalau seperti saya yang total, cari nafkah dengan bertani, atau pekerjaan serabutan lain. Yang penting, mencari rezeki tidak merugikan orang lain," kata Dedi. Hidup sebagai kelompok minoritas, tak membuat masyarakat adat Dayak Losarang terpinggirkan. Mereka mengaku merasa termarjinalkan oleh peraturan perundang-undangan yang dibuat negara. Seperti halnya kelompok masyarakat adat lain, masyarakat Dayak Losarang juga terhambat urusan administrasi kependudukan. Harapan mereka, harapan klasik yang selalu diutarakan kelompok minoritas : mendapat perlakuan dan hak yang sama sebagai warga negara. Kapan akan menjadi nyata?
SEORANG anggota Dayak Losarang, Dedi bercerita, ia dan pengikut lainnya hidup berdampingan dengan masyarakat setempat dengan baik. Saling berbagi dan saling memberi, menjadi hal yang dijaga untuk menciptakan kedamaian. Masyarakat Losarang pun, sangat menghargai keberadaan mereka. "Kehidupan kami, ya biasa saja. Bahkan, saat kami dicap sesat dan khawatir akan diserang oleh pihak-pihak yang tidak suka, masyarakat melindungi kami. Katanya, kalau ada yang menyerang, mereka (masyarakat setempat) akan berada di barisan depan," kata Dedi. Keharmonisan itu tercipta, karena prinsip saling menghormati dan tidak merugikan yang dipegang kuat selama ini. Masyarakat adat Dayak Losarang, sebagian besar berprofesi sebagai petani. Hasil bumi, biasa ikut dibagi kepada masyarakat yang juga menginginkannya. Pilihan bertani, memang pilihan paling memungkinkan bagi mereka. "Untuk aktivitas, kami bermacam-macam. Ya biasa saja, tetap mencari nafkah. Tetap dengan bertelanjang dada. Kalau seperti saya yang total, cari nafkah dengan bertani, atau pekerjaan serabutan lain. Yang penting, mencari rezeki tidak merugikan orang lain," kata Dedi. Hidup sebagai kelompok minoritas, tak membuat masyarakat adat Dayak Losarang terpinggirkan. Mereka mengaku merasa termarjinalkan oleh peraturan perundang-undangan yang dibuat negara. Seperti halnya kelompok masyarakat adat lain, masyarakat Dayak Losarang juga terhambat urusan administrasi kependudukan. Harapan mereka, harapan klasik yang selalu diutarakan kelompok minoritas : mendapat perlakuan dan hak yang sama sebagai warga negara. Kapan akan menjadi nyata?
SISTEM SOSIAL INDONESIA
Menganganalisis Kebudayaan Masyarakat Indramayu
Menurut Teori Sistem
Disusun Oleh :
PANJI TRISULA ( 20110520114)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2011
No comments:
Post a Comment